______ Let's ______

TRAVEL. DIVE. EAT. FLY. WRITE. 

_________ Because Everything is Awesome _________

 

 

 

December 29, 2011

Pendakian Gn. manglayang dengan segala sensasionalitasnya


First Step
Gunung manglayang terletak di  Jatinangor-Sumedang tepat di belakang kampus UNPAD. Ketinggian puncaknya mencapai  1817 dpl. Salah satu jalur masuk yang bisa digunakan adalah dari bumi perkemahan Kiara payung. Kami memutuskan untuk menggunakan jalur itu.

Kami semua berjumlah 7 orang dengan komposisi 5 pria dan 2 wanita. Dari ketujuh orang tadi hanya 1 orang yang mengenakan setelan pendaki yang cukup lengkap sisanya setelan "belanja ke mal". Saya sendiri cukup mengenakan celana jins, sendal gunung yang sudah dilem lagi dan tas yang sudah tak berbentuk lagi. "Treknya pasti mudah" pikiran remeh saya dalam hati setelah menklukkan gunung Gede 3 hari yang lalu yang akan disesali setelah melihat trek sebenarnya.

Pendakian kali ini bisa dibilang epic fail  tapi memberikan kesan yang benar2 luar biasa...hehe

Memulai langkah pertama
Pendakian dimulai sekitar pukul 10.00 WIB. Dengan langkah pasti, kami semua mempercayakan arah pada salah satu teman yang sudah pernah naik ke atas. Perjalanan kami dikelilingi kebun-kebun milik penduduk shingga berakhir pada pertigaan yang terdapat warung ditengahnya. Ketika itu kami harus memilih mana jalur yang benar kiri? atau kanan?. Keputusan sudah bulat, kami memilih jalur kanan yang kata penduduk tidak terlalu terjal dan keberadaan gapura yang tampak meyakinkan. Tingkat keterjalan penduduk sana ternyata sangat berbeda dengan pikiran-pikiran kami yang mengidamkan jalur yang mudah dan menyenangkan.

Nyasar di kaki gunung
Pohon-pohon tinggi dan kurus menjulang ke atas dan semakin kami melihat keatasnya maka puncak yang menjadi tujuan kami jelas terlihat. Tanjakan pertama kami tak kalah hebatnya dengan sudut kemiringan kepala saya ketika melihat puncak tadi. Kondisi tanjakan dipenuhi dengan tanaman ilalang dan tanah-tanah basah habis terkena hujan. Beberapa kali kami terjatuh karena medan ini. tanjakan pertama sudah kami lewati dan sekarang menuju tanjakan kedua, ketiga dan ketidakjelasan berapa tanjakan licin yang harus kami lalui.

Lagi-lagi pertigaan dan kami harus memilih lagi. Kami memilih jalur kanan. Jalanan kemudian tampak aneh. Tanaman semakin lebat, sebelah kanan tampak seperti jurang dan jalan setapak semakin menghilang. Tiba-tiba saja salah satu teman kami terperosok ke daerah sebelah kanan. "kyaaa!!" teriak teman saya itu. Terperosoknya benar-benar sejati seperti di film2. Untungnya tanah-tanah disekitar sempat menahan teman saya dan berhasil ditarik keatas lagi. Kabar buruk kembali mendera, ternyata jalur yang kami pilih semakin aneh. Apakah kami nyasar? tampaknya firasat ini cenderung kami percaya. Kami memutar balik menuju pertigaan dan memilih jalur yang kiri dengan tanjakan luar biasa. Kami juga bertemu 2 orang warga juga yang melewati jalur kiri itu namun seketika orang2 itu melesat jauh meninggalkan kami. 

Hiking or climbing?
Jalur licin akibat hujan, jalan sangat miring, banyak tanaman berduri dan seringkali longsor itulah yang kami hadapi selanjutnya. Sungguh malang orang-orang yang berada dibelakang. Pijakan kaki menjadi longsor akibat teman2 saya yang sudah naik sebelumnya. 3 orang termasuk saya masih berada di bawah tanjakan. beberapa kali teman saya naik dan terperosok. Sebelum naik, saya sudah pesimis dan merekomendasikan pulang saja terutama ada wanita. Mereka serentak menjawab,"LANJUT!". "!@#%$!%$", isi hati saya. Saya menjadi yang terakhir menaiki tanjakan dengan 2 kali uji coba yang dipaksakan...Alhamdulillah berhasil melewatinya.

Jalurnya selanjutnya tak jauh beda dengan tanjakan tadi. Akar-akaran, bebatuan dan batang pohon tercipta pada posisi yang tepat. Mereka membatu kami untuk terus naik karena pijakan kaki sangat sulit ditemukan sehingga tangan harus turun tangan. kami harus merangkak dan bahkan harus terperosok ke bawah lagi. Kami saling bahu membahu dan terkadang kami menggunakan tongkat yang terbuat dari batang pohon untuk menarik teman yang lain yang masih terseok-seok dibawah. Tiba-tiba diantara kami nyeletuk ," Ini sih bukan hiking, tapi climbing".

Hujan turun disaat yang tepat sedangkan kami tidak sedang berada di tempat yang tepat. Hujan turun tidak konsisten membuat jalan tanah yang licin semakin licin. Salah satu kata-kata motivasi yang diteriakkan oleh teman saya adalah "1000 langkah lagi menuju puncak" dan terkadang menjadi "900 langkah lagi menuju puncak". Angka itu hanya terpaut antara 900-1000 saja  Berjam-jam kami mendaki dengan diguyur hujan namun puncak tetap tak kunjung datang. Apakah kami nyasar lagi? siapa yang tahu.

Sampai puncak?
Sore hari, sekitar pukul 16.30, 7 jam sudah perjalanan terlewati, kami sampai ke tempat yang bernama perasaan ketidakpastian. Ketika itu memang posisi kami sudah berada diatas gunung-gunung yang ada disekeliling gunung yang kami  daki namun puncak masih belum menampakkan diri. Kami berdiskusi mencoba meperhitungakan waktu agar tidak turun di malam hari. Satu teman saya mencoba menjadi tim pendahulu. Dia mencoba naik ke atas duluan untuk memeriksa apakah puncak masih jauh dan medan masih ekstrim.

Sosorodotan yang mungkin menjadi rekor
Kami menyerah untuk sampai ke puncak. Kini, kami harus turun di jalur yang membuat kami terseok-seok ketika naik tadi. Kami tidak mungkin turun dengan berjalan kaki karena sudah dipastikan akan terjatuh. Jalur yang licin dan menurun menjadi keberuntungan untuk kami bisa merasakan sensasi yang lain. Sensasi itu adalah sosorodatan menuju ke kaki gunung. turunan tanah ini ibarat seluncuran yang ada di kolam renang. Tidakan kami ini bisa jadi rekor "sosorodatan terpanjang dan tertinggi di dunia". 

Teriakan dan tertawa kegirangan kami terdengar terus menerus selama perjalanan turun. Bisa jadi suara-suara kami ini terdengar sampai pemukiman warga dan membuat mereka merinding. Kami menemukan sensasi yang lebih menyenangkan ketimbang sensasi yang timbul ketika sampai puncak. Terkadang kami berguling-guling, menabrak pohon sampai merasakan jendulan yang terbuat dari akar atau batu. Sakit memang tapi rasa kegembiraan ini mampu mengalahkannya.

Alhamdulillah, akhirnya kami semua berhasil sampai ke bawah. Pakaian dan celana kami sudah tak karuan bahkan ada yang robek. Setelan "belanja ke mal" saya sudah berubah menjadi setelan gembel atau "orang hilang". tangan dan kaki saya dipenuhi beberapa luka goresan. Saya menyesal tidak mengenakan setelan yang layak untuk mendaki gunung..ya sudahlah...

Perjalanan ini sungguh berkesan dan epic fail sampai mau foto-foto pun lupa...haha

No comments:

Post a Comment